Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir (selanjutnya Imam Ahmad) adalah keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis Husein bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Fathimah Azzahra binti Rasulullah SAW. Ia lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad, sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin tinggi dalam beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh sufi.Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya (keadaan ruhaniah seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah).
Selain itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak. Tapi semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal shaleh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas keruhanian dan sosialnya.
Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi, dan putra terkecilnya, Abdullah. Dan setelah itu ia kemudian hijrah ke Hadhramaut dan menetap di sana sampai akhir hayatnya.
Tapi dalam sebuah riwayat lain disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H, Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Ka’bah. Sehingga pada tahun 318 H, tatkala Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan